Pembuatan minyak kelapa merupakan
tindakan pasca panen yang sangat penting untuk tanaman kelapa, dimana minyak
kelapa merupakan bagian paling berharga dari buah kelapa. Minyak kelapa sering
dipergunakan sebagai bahan baku industri dan pembuatan minyak goreng. Selain
itu, minyak kelapa baik digunakan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat.
Maka, tidak heran minyak kelapa atau yang biasa dikenal sebagai virgin coconut oil ini sempat menjadi
incaran banyak orang. Teknik pembuatan minyak kelapa yang baik dapat
meningkatkan dan menjaga kualitas dan kuantitas minyak yang dihasilkan (Rindengan, dkk., 2005).
Mengingat kebutuhan minyak kelapa
di Indonesia terus meningkat maka perlu dilakukan berbagai cara untuk dapat
memproduksi minyak kelapa sebanyak-banyaknya. Salah satu upaya yang ditempuh
yaitu dengan melakukan diversifikasi teknologi produk melalui cara
pengolahannya. Berbagai cara pengolahan minyak
kelapa yang telah diketahui, masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Pengolahan kelapa untuk minyak kelapa ada dua cara yaitu cara tradisional dan
cara modern. Pengolahan minyak kelapa secara tradisional adalah tahapan
pengolahan kelapa melalui proses fermentasi santan yang didiamkan selama 12 jam
atau lebih, saat proses fermentasi tersebut santan akan terpisah menjadi tiga
lapisan. Lapisan teratas adalah krim, tengah adalah skim, dan lapisan bawah
adalah endapan. Dari ketiga lapisan tersebut, lapisan krimlah yang digunakan
untuk pembuatan minyak kelapa. Setelah lapisan krim dipisahkan, dilanjutkan
dengan proses pemanasan bertahap hingga diperoleh minyak yang bening kemudian
dilakukan penyaringan. Pengolahan minyak kelapa secara modern yaitu hampir sama
dengan cara tradisional. Perbedaannya yaitu terletak pada penggunaan minyak
pancingan. Penggunaan minyak pancingan ini bertujuan untuk memecahkan emulsi
santan sehingga lemak atau minyaknya terpisah (Rindengan, dkk., 2005).
Pembuatan minyak kelapa pada umumnya dilakukan dengan cara
kering dan basah. Cara kering dilakukan dengan pengepresan kopra. Cara ini dilakukan
di pabrik pengolahan minyak kelapa karena butuh biaya dan peralatan yang rumit.
Cara basah dilakukan dengan cara membuat santan dari daging kelapa dan
dipanaskan untuk memisahkan minyak dari bagian yang mengemulsinya. Minyak
kelapa yang dihasilkan dengan cara basah memerlukan pemanasan yang cukup lama
sehingga membutuhkan bahan bakar yang cukup banyak pula. Cara ini kurang
efisien karena selain membutuhkan waktu yang lama dan biaya untuk bahan bakar
yang cukup tinggi (Hasbullah, 2001).
Teknologi terbaru saat ini adalah pembuatan minyak kelapa, melalui cara
fermentasi dan enzimatik. Cara ini dilakukan dengan memanfaatkan kegiatan,
pembuatan minyak kelapa dengan fermentasi merupakan salah satu alternatif untuk
mengatasi masalah pada pembuatan dengan cara tradisional yang dilakukan
pengembangan melalui perbaikan metode, peralatan dan penggunaan sistem untuk
pengendalian proses sehingga diharapkan dapat mengoptimalisasikan produk, baik
kualitis maupun kuantitas. Pembuatan minyak kelapa dengan fermentasi juga
membutuhkan waktu yang cukup lama tetapi tidak membutuhkan proses pemanasan
dalam memperoleh minyak (Arsa dkk, 2004).
Fermentasi dilakukan dengan
menggunakan mikroorganisme sebagai inokulum seperti bakteri dan khamir.
Pembuatan minyak kelapa secara fermentasi ini dapat dilakukan dalam skala besar
maupun rumah tangga. Cara fermentasi memiliki beberapa keuntungan pokok yaitu
efektivitas dalam tenaga, waktu relatif singkat dan biaya tidak terlalu tinggi
serta tidak butuh peralatan yang rumit. Minyak kelapa yang dihasilkan lebih
banyak dan warnanya lebih jernih. Beberapa faktor yang mempengaruhi produksi minyak
kelapa secara fermentasi di antaranya pH, konsentrasi inokulum, suhu, bahan
baku kelapa, dan lamanya fermentasi. Sehingga perlu dilakukan pengkajian untuk
mendapatkan kondisi optimal proses sehingga dihasilkan jumlah dan kualitas
minyak kelapa yang lebih optimal. Ekstraksi minyak kelapa dengan cara fermentasi oleh S. cereviceae dengan menggunakan bahan dasar santan kelapa
memperoleh hasil 34,3-37,9%. Hasil ekstraksi dapat maksimal jika seluruh bagian
kelapa dapat dimanfaatkan secara optimal. Namun, sampai saat ini proses
pembuatan minyak kelapa, baik pada industri skala besar atau kecil ataupun pada
lembaga penelitian, diperoleh dari bahan santan hasil pemerasan kelapa dan
sisanya berupa ampas kelapa dibuang. Pembuatan minyak kelapa dari daging buah kelapa berupa bubur buah daging
kelapa diharapkan dapat menghasilkan minyak secara maksimal (Sukmadi dan Nugroho, 2002).
Minyak
kelapa merupakan bagian paling berharga dari buah kelapa. Minyak kelapa sering
dipergunakan sebagai bahan baku industri dan pembuatan minyak goreng. Selain
itu, minyak kelapa baik digunakan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat.
Dalam proses pembuatan minyak kelapa bertujuan untuk memperoleh minyak
sebanyak-banyaknya dengan kualitas yang baik, serta sisa produksi yang
mempunyai nilai guna yang tinggi melalui suatu proses yang efektif dan
efisien.
Proses pembutan minyak kelapa secara fermentasi ada yang menggunakan
bahan baku langsung dari santan dan bubur buah kelapa. Rendemen minyak
terbanyak diperoleh dari pembuatan minyak kelapa dengan menggunakan bubur buah
kelapa yaitu 44,78% berdasarkan pada penelitian Anjasari (2003). Berikut
pembuatan minyak kelapa dengan menggunakan santan yang dilakukan oleh Hamdan,
(1996) dalam penelitiannya menggunakan berbagai macam starter dari
bermacam-macam ragi. Waktu fermentasi yang diperlukan untuk menghasilkan
rendemen yang maksimal adalah 12 jam pada kondisi suhu ruang dan menghasilkan
rendemen minyak 26%. Sedangkan penelitian lainnya yang masih menggunakan
starter ragi tempe untuk fermentasi santan dengan perbandingan antara daging
kelapa dan air 1:1. Waktu fermentasi dilakukan selama 24 jam menghasilkan
rendemen minyak sebesar 33,2% (Suhadijono, 1988 ; Cristianti, 2009). Penelitian menggunakan biakan
murni yaitu, Hendayani (2000) dalam pembuatan minyak kelapa menggunakan biakan
murni R. oligosporus konsentrasi 10%
dengan lama fermentasi 24 jam menghasilkan rendemen minyak 34,67%, penelitian
Yurnaliza (2007) dengan menggunakan biakan murni Citrobacter sp
konsentrasi 15% menghasilkan rendemen volume minyak 31,05%. Sementara penelitian yang
menggunakan S. cereviceae oleh
Sukmadi, dkk (2002) menghasilkan rendemen minyak berkisar 34,3-37,9%, sedangkan
penelitian tentang
Pengaruh Konsentrasi Starter S. cereviceae dan Waktu Fermentasi Terhadap
Hasil dan Mutu Minyak Kelapa Virgin
Coconut Oil dengan menggunakan variasi konsentrasi starter S. cereviceae
rendemen terbaik dihasilkan pada konsentrasi starter S. cereviceae 15%
dan lama fermentasi 24 jam (Doloksaribu
2010).
Proses
pembutan minyak kelapa berasal dari bubur buah kelapa yang telah dilakukan oleh
Anjasari, 2003, dengan menggunakan R. oligosporus L.36 dengan perbandingan bubur buah kelapa 1 : 4 ;
konsentrasi inokulum 14 %, kecepatan pengadukan 150rpm, suhu 340C
dan waktu 30 jam menghasilkan rendemen minyak sebesar 44,78%. Konsentrasi
inokulum dan lama fermentasi dalam pembuatan minyak kelapa berpengaruh terhadap
rendemen yang dihasilkan.
Pembuatan minyak kelapa dengan cara fermentasi
yaitu dengan menggunakan mikroorganisme. Pengolahan cara fermentasi ini pada
prinsipnya adalah pemisahan minyak, protein fase cair dari emulsi oleh
mikroorganisme. Waktu fermentasi yang diperlukan disesuaikan dengan waktu
optimal perkembangbiakan mokroorganisme, sedangkan suhu fermentasi yang
diperlukan harus sesuai dengan suhu hidup mikroorganisme tersebut. Berdasarkan
mikroorganisme yang aktif, pada produk fermentasi dikelompokkan menjadi 4
kelompok yaitu produk fermentasi khamir, kapang, bakteri dan campuran.
Mikroorganisme yang diperlukan dalam fermentasi pembentukan minyak kelapa
adalah yang dapat menghasilkan enzim-enzim penghidrolisis. Enzim yang digunakan
dalam ekstraksi minyak kelapa adalah enzim yang dapat menghidrolisis makro-molekul
(protein dan karbohidrat) dalam daging kelapa sehingga diperoleh minyak kelapa.
Keberhasilan proses fermentasi tergantung kepada jenis mikroba yang tepat
sesuai dengan produk yang dihasilkan dan bahan yang digunakan. Pada penelitian
ini S. cereviceae digunakan untuk
fermentasi bubur daging buah kelapa, karena jenis khamir ini memiliki potensi untuk
menghasilkan enzim-enzim penghidrolisis makromolekul terutama karbohidrat, protein,
selulosa, hemiselulosa, dan pektin yang mengikat globula-globula lemak dalam
buah kelapa. Dimana S. Cereviceae dapat
memecah emulsi pada bubur buah kelapa sehingga lemak atau minyak dapat
berpisah. Karbohidrat terfermentasi sebagai
penyedia energi dan sumber karbon untuk biosintesis, protein yang cukup untuk
sintesis protein, garam mineral, dan faktor tumbuh lainnya sehingga diperoleh
lemak (Umbreit, 1959 ;
Rindengan, 2005).
Beberapa faktor mempengaruhi
produksi minyak kelapa secara fermentasi di antaranya pH, konsentrasi inokulum,
suhu, bahan baku kelapa, dan lamanya fermentasi. Konsentrasi substrat yang
terlalu tinggi mengurangi jumlah oksigen terlarut. Walaupun dalam jumlah yang
sedikit, oksigen tetap dibutuhkan dalam fermentasi oleh S. cerevisiae untuk menjaga kehidupan dalam konsentrasi sel tinggi.
Waktu diperlukan untuk meningkatkan ketahanan sel selama penyimpanan, perlu
disimpan dalam media yang mengandung nutrisi. Terlalu lama waktu penyimpanan
maka kebutuhan nutrisi untuk hidup tidak terpenuhi. Tanpa adanya nutrisi, maka
proses metabolisme S.cerevisiae dalam
menghasilkan enzim-enzim menjadi kurang aktif (Elevri, dkk.).
Cara
fermentasi memiliki beberapa keuntungan pokok yaitu efektivitas dalam tenaga,
waktu relatif singkat dan biaya tidak terlalu tinggi serta tidak butuh
peralatan yang rumit. Minyak kelapa yang dihasilkan lebih banyak dan warnanya
lebih jernih (Sukmadi, dkk., 2002).
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah,N.A.2005.Pengenalan
Virgin Coconut Oil.Jakarta.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Jekti,D.S.D.,A. Sukarso, dan D.A.C.Rasmi.2005.Penuntun Praktikum Mikrobiologi 2.FKIP.Universitas
Mataram
Penuntun praktikum Teknologi Bioproses. Laboratorium Teknologi Bioproses. Universitas Sriwijaya
Syamsuri, Istamar, dkk.2003.Biologi 2000. Erlangga .JakartaVolk dan Wheeler,
nice info
BalasHapusizin copas min